Kamis, 04 Oktober 2012

Artikel Bahasa Sebagai Sebuah Jati Diri


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang terbentuk dari beraneka ragam suku dan budaya. Salah satu jembatan pemersatu itu bernama Bahasa Indonesia. Lebih dari itu, bagi sebuah bangsa, terutama Indonesia, yang merupakan negara majemuk, dengan multi suku, ras, agama, dan bahasa daerah yang beragam, maka bahasa merupakan sebuah alat pemersatu bangsa.
Indonesia yang memilik populasi ratusan jiwa, tercatat memiliki lebih dari 700 bahasa daerah, maka bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki peran penting sebagai sebuah media untuk menyamarkan sekat-sekat dari beragam masyarakat dalam berkomunikasi karena adanya perbedaan bahasa dari setiap daerah di Indonesia.
Secara historis, bahasa Indonesia merupakan bagian dari rumpun melayu, karena bahasa melayu merupakan cikal bakal adanya bahasa Indonesia. Bahasa melayu sendiri mengalami penyebaran di beberapa Negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia bahkan Filipina. Dengan berbagai faktor geografis serta antropologis yang berbeda di tiap negara, maka bahasa melayu pun mengalami asimilasi karena berbagai faktor tersebut, demikian pula dengan bahasa melayu yang terasimilasi oleh berbagai faktor di Indonesia, sehingga munculah bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia juga merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia. Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dalam Undang-undang Dasar Negara Kesatuan RI 1945 telah menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu dan bahasa media massa, serta bahasa pengantar dalam pelaksanaan pendidikan anak bangsa di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh Indonesia.
Sebagai bahasa nasional, perjalanan bahasa Indonesia sendiri tidak terlepas dari sejarah yang melahirkan bahasa Indonesia sebagai  bahasa persatuan yang kita gunakan sehari-hari dalam berbagai kesempatan baik formal maupun informal.
Bahasa Indonesia dituntut untuk mampu menjadi bahasa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) seiring dengan pesatnya laju perkembangan industri dan Iptek. Ini artinya, bahasa Indonesia harus mampu menerjemahkan dan diterjemahkan oleh bahasa lain yang lebih dahulu menyentuh aspek industri dan Iptek.
Kaidah-kaidah kebahasaan yang telah diluncurkan oleh Pusat Bahasa, eeprti Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Pedoman Umum Pembentukan Istilah Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, atau Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diharapkan menjadi acuan normatif masyarakat dalam berbahasa, tampaknya tidak pernah “laku”. Persoalan kebahasaab seolah-olah hanya menjadi urusan para pakar, pemerhati, dan peminata masalah kebahasaan.
Kaidah bahasa yang diluncurkan itu pada dasarnya bertujuan untuk menjaga kesamaan persepsi dalam pemakaian bahasa, sehingga terjadi kesepahaman manka antara komunikator dan komunikan. Dengan demikian, kebijakan para pakar atau perencana bahasa dalam meng-“kodifikasi” kaidah mestinya harus tetap mengacu pada kecenderungan-kecenderungan yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat sehingga kaidah yang diluncurkan tidak kaku dan dipaksanakan.
Bahasa Indonesia diangkat menjadi bahasa persatuan merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan persatuan bangsa bukan hanya dari segi geografis karena kita berada di terirorial yang secara geografis adalah Indonesia, tetapi lebih karena persamaan yang akan menunjukkan sebuah identitas atau jati diri bangsa yang ditunjukkan dari bahasanya. Setiap negara yang berdaulat memiliki bahasa nasionalnya masing-masing, maka bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah simbol sebuah jati diri bangsa Indonesia yang berdaulat.
Bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia selayaknya dijadikan sebuah kebanggaan sebuah bangsa yang selalu “bangga’ berbahasa Indonesia.  Meskipun, sekarang mulai merebak ekspansi dari belahan dunia lain yang dikemas melalui hiburan yang mengempur tanah air kita, sehingga menyebabkan generasi muda mulai berbondong-bondong berlatih bahasa asing hanya karena ‘tergila-gila’ akan budaya dan hiburan dari negara asing yang mereka bawa, namun tak selayaknya bahasa Indonesia terpinggirkan dan hanya digunakan sebagai sebuah bahasa komunikasi saja.
Hal tersebut membuat kita seperti sebuah bangsa yang abu-abu, yang tidak memiliki jati diri yang utuh, dimana kita berbangsa Indonesia, namun bangga menggunakan bahasa asing. Sebenarnya bahasa asing bukanlah sesuatu yang harus dihindari, bahkan, memiliki kemampuan bahasa asing merupakan nilai positif bagi seseorang. Namun, hendaknya penggunaan bahasa asing digunakan secara proporsional dan kondisional.
Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa nasional, seharusnya bukan hanya menjadi bahasa pemersatu bangsa yang hanya dijadikan “alat” komunikasi antar daerah yang memiliki perbedaan bahasa dengan daerah lain. Lebih dari itu, bahasa Indonesia harus mampu menjadi sebuah simbol dari jati diri bangsa yang bermartabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar