Sabtu, 24 Maret 2012

TULISAN : HUKUM PERJANJIAN

Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya.
Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan perjanjian? Dilihat dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1. Kesepakatan para pihak;
2. Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll).
3. Menyangkut hal tertentu.
4. Adanya causa yang halal.
Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif.
Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
1. perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Setelah perjanjian timbul dan mengikat para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Selama ini kerap timbul permasalahan, bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi?
Menurut KUHPerdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan.
Somasi yang tidak diindahkan biasanya akan diikuti dengan somasi berikutnya (kedua) dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka pihak yang dirugikan dapat langsung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjuk/ditentukan dalam perjanjian. Mengenai hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan:
”debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Sebagai konsekwensi atas perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestsi tersebut serta bunganya. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.
Berbeda halnya jika terjadi force majeur yaitu dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga sebagaimana dinyatakan di atas tidak perlu dilakukan (Pasal 1245 KUHPerdata).

Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya.
Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan perjanjian? Dilihat dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1. Kesepakatan para pihak;
2. Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll).
3. Menyangkut hal tertentu.
4. Adanya causa yang halal.
Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif.
Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu:
1. perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Setelah perjanjian timbul dan mengikat para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Selama ini kerap timbul permasalahan, bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi?
Menurut KUHPerdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan.
Somasi yang tidak diindahkan biasanya akan diikuti dengan somasi berikutnya (kedua) dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka pihak yang dirugikan dapat langsung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjuk/ditentukan dalam perjanjian. Mengenai hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan:
”debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Sebagai konsekwensi atas perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestsi tersebut serta bunganya. Dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.
Berbeda halnya jika terjadi force majeur yaitu dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga sebagaimana dinyatakan di atas tidak perlu dilakukan (Pasal 1245 KUHPerdata).

SUMBER : http://ayusuliestya.wordpress.com/2011/02/13/hukum-perjanjian/

HUKUM PERJANJIAN

1.STANDAR KONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. 

2. Macam-macam perjanjian ialah sebagai berikut:
1)    Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
  • Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
  • Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2)    Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
  • Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
  • Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3)    Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
  • Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
  • Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
  • Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4)    Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
  • Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
  • Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
  • Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
3. syarat sah suatu perjanjian
Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
1. Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri Bahwa semua pihak menyetujui materi yang diperjanjikan, tidak ada paksaan atau dibawah tekanan.
2. Para pihak mampu membuat suatu perjanjian Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada hal yang diperjanjikan Perjanjian yang dilakukan menyangkut obyek/hal yang jelas.
4. Dilakukan atas sebab yang halal adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad baik bukan ditujukan untuk suatu kejahatan.

4. Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.

5. Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat  perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
  • Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
  • Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
  • Terkait resolusi atau perintah pengadilan
  • Terlibat hukum
  • Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
6. Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja

Sumber : 
http://kennysiikebby.wordpress.com/2011/03/07/standar-kontrak-dalam-hukum-perjanjian/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/macam-macam-perjanjian/
http://ayu170491.wordpress.com/2011/05/30/syarat-sahnya-perjanjian/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/saat-lahirnya-perjanjian-2/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/pembatalan-dan-pelaksanaan-suatu-perjanjian/

HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA

A. SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA YANG ADA DI INDONESIA
Sejarah membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa continental berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.

B. PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
 

 PENGERTIAN HUKUM PERDATA

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

 KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)

Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.

C. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika hukum di Indonesia ada dua pendapat, yaitu :
a. Dari pemberlaku undang-undang
Buku I : Berisi mengenai orang
Buku II : Berisi tentanng hal benda
Buku III : Berisi tentang hal perikatan
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan kadaluarsa

b. Menurut ilmu hukum / doktrin dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri.

II. Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungna antara orang tua dengan anak, perwalian dan lain-lain.

III. Hukum kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur dengan dengan uang, hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan yang antara lain :
- hak seseorang pengarang atau karangannya
- hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak.

IV. Hukum warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia. Disamping itu, hukum warisan juga mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Sumber : http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/03/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia.html

Kamis, 15 Maret 2012

PUISI : KEADILAN HUKUM ADALAH SEBUAH ILUSI

Keadilan Hukum adalah Sebuah Ilusi

Ketika hukum berbicara soal keadilan,
ketika hukum berbicara soal kepastian,
ketika hukum berbicara soal persamaan,
dimana hukum ketika dibutuhkan

Ketika hukum mengatakan anti diskiriminasi,
ketika hukum mengatakan anti ketidak adilan,
ketika hukum mengatakan anti perbedaan,
dimana hukum ketika ditegakkan secara diskriminasi

Mengapa si kaya bisa bebas lepas dengan bagitu mudahnya,
Mengapa kami si miskin tetap harus mendekam dalam penjara,
padahal kami hanya mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidup kami,
sementara mereka mencuri uang negara untuk berfoya-foya

Apakah hukum memang diperjual belikan,
Apakah hukum memang diperdagangkan,
Apakah keadilan hukum hanya sebatas teori,
Apakah keadilan hukum hanya sebatas ilusi

JIkalau memang hukum itu ada,
jikalau memang keadilan itu ada,
jikalau memang kepastian itu ada,
mengapa kami sebagai rakyat,
tak mampu merasakannnya

Apakah ini namanya negara hukum,
ataukah ini negara kapitalis,
yang mengukur segala sesuatunya secara materialis,
termasuk mereka yang seharusnya menegakkan keadilan hukum

Yah........
Memang tak dapat dipungkiri lagi,
keadilan hukum hanyalah sebuah ilusi,
bagi orang seperti kami,
yang tak memiliki sejumlah materi,
untuk bisa dijadikan alat penukar,
bagi kebebasan kami

Jakarta, 2007
By : Sarah Jakarta

Sumber : http://old.nabble.com/-sastra-pembebasan--PUISI-:--KEADILAN-HUKUM-ADALAH-SEBUAH-ILUSI-td11282346.html

Korupsi vs Nasionalisme Bangsa


 

Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH


Nasionalisme adalah satu paham atau ajaran yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia dimana bahasa dan budaya menjadi unsur pengikat dalam melakukan interaksi sosial. Unsur pengikat inilah yang melahirkan kesadaran akan nasionalisme komunitas/rakyat Indonesia ketika berhadapan dengan lingkungan luar yang mengganggu.

Dalam sejarah Indonesia khususnya, nasionalisme masih sangat penting akan keberadaannya, Pertama, misalnya, sebagai ideologi pemersatu untuk melawan penjajah Belanda, atau Jepang, atau dalam melawan hegemoni neo-kolonilalisme. Dulu, kalau orang-orang di kepulauan Nusantara ini tersebar terus, tidak ada ideologi yang mempersatukan dan tentu dengan mudah Belanda menguasai kita. Sangat mungkin orang-orang di kepulauan Nusantara justru saling berperang sendiri. Apalagi, ketika politik adu domba Belanda terus menerus memompakan permusuhan dan konflik-konflik. Kedua, sebagai konsekuensinya, ketika orang-orang di kepulauan Nusantara tadi berhasil memerdekakan dirinya, nasionalisme paling tidak sebagai wacana ideologis untuk membangkitkan semangat mengisi kemerdekaan Indonesia. walaupun kadang nasionalisme semacam ini disalahtafsirkan, dengan alasan nasionalisme Indonesia kita menyimpan kecenderungan bermusuhan dengan bangsa lain.

Tapi, sisi positifnya tentu banyak, sebagai bangsa baru yang menemukan dirinya, kita berusaha tetap kompak sehingga banyak konflik yang berpotensi mengancam persatuan Indonesia dapat diatasi atas nama nasionalisme Indonesia. Ketiga, nasionalisme paling tidak dapat dipakai untuk memberikan identitas keindonesiaan, agar Indonesia itu ada di dunia. Akan tetapi, apa yang dicatat dunia dengan nasionalisme Indonesia. Mungkin tidak banyak. Waktu itu, terlepas dari konstruksi orientalisme, orang lebih mengenal Indonesia sebagai bangsa yang cukup ramah, negara terbelakang dan miskin, negara yang memiliki bahasa persatuan Indonesia, yang mengatasi lebih dari 600-an bahasa-bahasa lokal yang hingga hari ini tetap bertahan.

Negara kita Indonesia jauh hari telah mencanangkan berbagai pemahaman Nasionalisme dalam konsep Wawasan Nusantara yang dituangkan dalam satu kesatuan: Ideologi , Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, Pertahanan Keamanan Nasional ). Sebagai konsekuensinya setiap warganegara Indonesia, apalagi ketika ia dicalonkan sebagai pemimpin di dalam struktur kekuasaan yang ada tentu harus memiliki Wawasan Nusantara dimana yang bersangkutan harus punya kewajiban mutlak untuk ikut mempertahankan satu kesatuan wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke yang dituangkan dalam konsep IPOLEKSOSBUDAGHANKAMNAS.

Sekarang ini dari hasil pengamatan para ahli tidak dapat dipungkiri, rasa nasionalisme bangsa kita sangatlah menipis, bahkan terancam punah. Yang muncul adalah Ikatan Primordialisme, yang berkiblat pada ikatan kesukuan, kedaerahan, keagamaan dan/atau antar golongan.

Sejarah membuktikan, selama 30 tahun terakhir Indonesia tercengkeram oleh satu model kekuasaan yang otoritarian, yang biasa disebut rezim Orde Baru. Sebagai akibatnya, banyak masalah ketidaksukaan dan ketidakpuasan bergolak di bawah permukaan. Yang paling menonjol saat itu adalah matinya demokrasi, menjamurkan KKN, tidak adanya hukum yang berkeadilan, dan sebagainya. Akibat kondisi terebut, potensi keretakan berubah menjadi bom waktu. Banyak orang mencoba memobilisasi agama, atau etnisitas, atau bahkan mengusung wacana dunia seperti demokrasi dan keadilan universal untuk melakukan konsolidasi resistensi. Dengan tergesa-gesa dan ceroboh, rezim menyelesaikan resistensi itu dengan kekerasan terbuka atau tersembunyi. Kita tahu, pada waktu itu aparat militer sungguh berkuasa dan menakutkan. Apakah militer melakukan itu dengan memegang semangat nasionalisme Indonesia. Namun, strategi yang paling jitu untuk menangkal resistensi itu pemerintah Orde Baru memanfaatkan nasionalisme untuk mengontrol dan menek potensial yang menghancurkan pemerintahan bahkan negara. Dalam hal ini nasionalisme haruslah dibangun sedemikian rupa yang berkiblat pada bagaimana mempertahankan pluralisme (Bhineka Tunggal Ika) agar kekecewaan-kekecewaan yang terjadi di lokal-lokal dapat dipatahkan.

Nasionalisme Indonesia dikedepankan untuk menahan agar nasionalisme etnis, atau nasionalisme agama, atau nasionalisme geografis tidak berkembang menjadi kekuatan yangal Ika) Negara Indonesia di dalam wawasan nusantara, yang mengakomodir ketergantungan global.

Namun nasionalisme semacam itupun sangat sulit dibangun jika sistem sosial, sistem hukum dan sistem pemerintahan telah terkontaminasi dengan budaya korup yang tidak dapat dicegah. Selama Orde Baru, sistem politik atau struktur kekuasaan telah memungkinkan merajalelanya korupsi besar-besaran di segala bidang.

Korupsi yang “membudaya” ini telah membikin kerusakan-kerusakan parah bahkan sampai kepada budaya prilaku masyarakat lapisan bawah yang memandang korupsi sebagai bagian dari sistem sosial, politik, ekonomi, hukum dan pemerintahan. Sekalipun dalam undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mulai dari UU No.31 tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001 yang dalam pertimbangannya telah menegaskan bahwa “akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghabat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi”. Korupsi tidak hanya sekedar merusak keuangan dan perekonomian negara, akan tetapi merusak seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdaulat.

Menyambut sumpah pemuda 28 Oktober 2010 ini, kita butuh faham nasionalisme yang baru atau faham Nasionalisme yang ke-II, dimana Nasionalisme yang baru ini benar-benar berkiblat pada :

1). faham Bhineka Tunggal Ika, karena tidak mungkin ada persatuan jika masyarakatnya kita tidak mampu menjadi orang yang berbeda dengan orang lain atau tidak mampu mengatasi perbedaannya ;

2). Terbangunnya sikap bersama bagaimana Korupsi Harus diberantas tuntas karena bertentangan dengan pembangunan nasional disegala bidang ; dan

3). Terbangunnya sikap setiap warganegara Indonesia tentang keharusan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara Indonesia yang memahami wawasan nusantara sebagai satu kesatuan yang integral dari : Ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, pertahanan dan keamanan nasional.

Nasionalisme tidak akan pernah dimiliki oleh seorang Koruptor, karena Koruptor adalah parasit negara yang menyengsarakan kehidupan rakyat dan membangkrutkan negara menjadi hancur. Dari dahulu kita sudah sama tahu bahwa penyebab utama terjadinya tindak pidana korupsi adalah :

1)Adanya unsur "Rangsangan" hal ini berkaitan dengan rendahnya iman dan taqwa yang dimiliki oleh para penyelenggara negara dan pihak lain yang terlibat meguasai keuangan negara ;

2)Adanya unsur "Kesempatan", hal ini berkaitan dengan rendahnya unsur "Pengawasan" dalam managemen pengelolaan keuangan negara ;

Orang tidak mungkin mau korupsi jika ia tidak terangsang dan tidak ada kesempatan untuk itu. Obsesi korupsi tentu disebabkan :

1. Gaya hidup yang senang pamer ;
2. Merasa banyak uang akan dihargai orang ;
3. Untuk membiayai proyek mencari kekuasaan ;
4. Untuk biaya gengsi sosial yang terlanjur tinggi ;
5. Untuk modal usaha sebagai jaminan hari tua ;
6. Terpaksa untuk membiayai kebutuhan pokok yang mendesak, seperti biaya sekolah anak, biaya pengobatan keluarga yang sakit ;
7.Dll.

Masyarakat Indonesia yang menganut ekonomi pasar dan neo liberalisme tidak dapat menghindari terjangkitnya gaya hidup mewah yang memerlukan biaya yang tinggi, sementara pendapatan dan daya belinya yang rendah, maka tidak dapat menghindari dari rangsangan untuk korupsi, apalagi Iman dan Taqwa sebagian besar masyarakat kita sangat diragukan. Sekarang mau diberantas dari mana wahai petinggi2 para elite pemerintah dan elite politik di negeri ini...???!!
 
Sumber : http://www.kantorhukum-lhs.com/1.php?id=korupsi-vs-nasionalisme-bangsa

Selasa, 13 Maret 2012

Tugas 2 : Subjek dan Objek Hukum

Pengertian Subjek Hukum
Subjek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Jenis Subyek Hukum terdiri atas :
  • Manusia Biasa
Manusia sebagai subjek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan. Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subjek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
  1. Manusia yang harus menataati hukum adalah manusia yang beranjak dewasa, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan berusia 21 tahun.
  2. Manusia yang belum dewasa atau belum mencapai usia 21 tahun, tidak diwajibkan mentaati hukum, tapi tetap akan dikenakan sanksi apabila melanggar hukum yang berlaku.
  • Badan Hukum
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Apabila suatu perkumpulan ingin mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum bisa dengan cara sbb :
  1. Didirikan dengan Akta Notaris.
  2. Didaftarkan di Kantor Pengadilan Negara setempat.
  3. Memiliki pengesahan Anggaran Dasar kepada Menteri HAM dan Kehakiman. sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
  4. Diumumkan oleh Negara.

Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
  • Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.

  • Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.


Pengertian Objek Hukum :
Objek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
Jenis-jenis Objek Hukum :
  1. Benda yang berwujud
Benda yang berwujud adalah suatu benda yang dapat dirasakan dengan panca indra, dapat dilihat, diraba. terdiri dari benda yang dapat berubah contohnya :
  • Benda Bergerak
Benda ini bergerak karena sifatnya, menurut KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan dan memiliki wujud seperti meja, kursi. Menurut KUH Perdata ada hak-hak atas benda bergerak contohnya hak pakai benda tsb, dan saham-saham perseroan terbatas.
  • Benda Tidak Bergerak
Benda yang tidak bergerak karena sifatnya dapat dicontohkan seperti tanah, gedung. Benda tidak bergerak ini menurut undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak pemungutan hasil atau pembagian hasil, hak pakai atas benda tidak bergerak, dan Hipotik.

4 hal yang berhubungan erat dengan benda bergerak dan tidak bergerak :
  1. Kepemilikian, dalam hal benda bergerak berlaku dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu kepemilikan dari barang tsb adalah pemilik asli benda tsb, sedangkan untuk benda tidak bergerak, tidak disertai dengan kepemilikan tetap.
  2. Penyerahan, yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) , sedangkan untuk benda tidak bergerak penyerahan dapat dilakukan dengan balik nama.
  3. Kadaluwarsa, benda bergerak tidak memiliki kadaluwarsa, sedangkan benda tidak bergerak mengenal kadaluwarsa.
  4. Pembebanan, yakni pembebanan yang dilakukan terhadap benda bergerak yang dilakukan dalam sebuah pegadaian, sedangkan untuk benda tidak bergerak seperti hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.


2. Benda yang tidak bersifat kebendaan.

Benda yang tidak bersifat kebendaan adalah suatu benda yang tidak dapat dilihat tapi suatu saat dapat dirasakan kehadirannya, dan di realisasikan sebagai kenyataan. contoh; merk, hak paten, hak cipta.

Subjek : http://tulisanadalahtugas.blogspot.com/2011/03/subjek-dan-objek-hukum.html

TUGAS 1 : Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi


*Pengertian Hukum
Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hokum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak intuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelangarnya.

*Tujuan Hukum
Dengan adanya HUkum di Indonesia maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hokum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.

*Sumber-sumber Hukum
Sumber hukum dapat di lihat dari segi :
  1. Sumber-sumber hokum Material
  2. Sumber-sumber hokum formal yaitu :
    1. Undang-undang (statute)
    2. Kebiasaan (costum)
    3. Keputusan-keputusan hakim
    4. Traktat (treaty)
    5. Pendapat Sarjana hokum (doktrin)
*Kodifikasi Hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hokum tertulis dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Dari segi bentuknya hukum di bagi dua,
  1. Hukum tertulis
  2. Hukum tak tertulis
*Kaidah atau Norma
Tujuan Norma adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik aman dan tertib. Contoh jenis dan macam norma :
  1. Norma Sopan Santun
  2. Agama
  3. Hukum
*Pengertian hukum ekonomi
Menurut M.Manulang ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran. Istilah ekonomi berasal dari nahasa Yunani, Oikos berarti rumah tangga,dan Nomos berarti aturan.
Adapun ilmu ekonomi di bagi menjadi 3,yaitu :
  1. Deskriptif
  2. Teori
  • Ekonomi Mikro
  • Ekonomi Makro
  1. Terapan
Hukum Ekonomi
Adalah suatu hubungan sebab akibat pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lainya dalam kehidupan ekonomi sehari-hari  dalam masyarakat.
Adanya hokum ekonomi di latar belakangi oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Hukum ekonomi di bagi menjadi 2 yaitu:
  1. Hukum ekonomi pembangunan
  2. Hukum ekonomi sosial
  Sumber : http://vanezintania.wordpress.com/2011/02/27/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi/